Jasa Palestina
Kemerdekaan Indonesia tidak pernah lepas dari negara-negara yang pertama sekali memberikan dukungan yaitu Palestina dan Mesir. Hal ini dikutip dari buku yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan, yaitu "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri".
Di dalam buku tersebut, dijelaskan tentang partisipasi, peran serta, opini, dan dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara lain belum ada yang bersikap.
Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syeikh Muhammad Amin Al-Husaini
yang saat itu merupakan mufti agung Palestina secara terbuka mengenai
kemerdekaan Indonesia. Saat sedang berada di Jerman pada 6 September
1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ mufti
Besar Palestina Amin Al-Husaini kepada dunia Islam.
Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Soekarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI.
Dukungan Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia semakin terasa saat
seorang saudagar kaya Palestina yang sangat bersimpati terhadap
perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher secara spontan menyerahkan
seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata:
“Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan
Indonesia”. Setelah itu dukungan pun mengalir, di jalan-jalan terjadi
demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur
Tengah.
Jasa Mesir
Di antara negara-negara Arab, Mesir adalah salah satu negara yang paling gencar dan nyata usahanya dalam kemerdekaan Indonesia.
Negara-negara Arab pada waktu itu yang paling dahulu mengakui kemerdekaan Indonesia dan yang paling dahulu mengirim misi diplomatik nya ke Jogja, serta yang pertama memberikan bantuan dana bagi utusan-utusan RI di luar negeri. Kita tidak boleh melupakan jasa dan bantuan moral negara Mesir dalam membantu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan diakui oleh dunia Internasional.
Waktu itu, perjuangan menegakkan kemerdekaan yang sudah
diproklamirkan menjadi lebih sulit, karena yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia bukan hanya penjajah Belanda tetapi juga tatanan dunia yang
tidak mendukung bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Tantangan berat harus dihadapi oleh diplomasi Indonesia di luar
negeri waktu itu. Dengan keyakinan yang kuat akan hak kita, para pejuang
diplomasi Indonesia mencari dukungan masyarakat internasional terhadap
republik yang baru dilahirkan.
Perjuangan dalam memperoleh salah satu syarat berdirinya negara,
merupakan langkah berat bagi sebuah bangsa yang baru merdeka. Dan
tokoh-tokoh negarawan Islam hadir di barisan depan. Untuk itu pulalah,
Indonesia sebagai kekuatan yang telah lebih dulu menanamkan benih
persaudaraan di luar batas Indonesia.
Memulai langkah diplomasi luar negerinya dengan lebih mendekatkan
diri ke negara-negara yang senasib dan seperjuangan. Dengan kekuatan
Islam di belakang kemerdekaan Indonesia, para pendiri lebih memilih
melakukan pendekatan pertama ke Timur Tengah.
Negara pertama yang dikunjungi adalah Mesir dan Gerakan Ikhwanul
Muslimin di Mesir adalah gerakan pertama kali yang memberikan support
bagi kemerdekaan Indonesia. Delegasi pertama saat itu dipimpin oleh Mr.
Suwandi (Menteri Kehakiman), Mr. Abdul Karim sebagai sekretaris negara
dan dr. Sudarsono (mendagri).
Dalam buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” ditulis oleh
M. Zein Hassan, Lc, Lt disebutkan pada 22 Maret 1946, Mesir mengakui de
facto kemerdekaan RI, pemerintah Mesir juga bersedia menanggung
kehidupan ekonomi warga Indonesia di Mesir tiap bulan sebagai ganti
utang yang diputuskan kedutaan Belanda waktu itu.
Keputusan ini langsung diikuti oleh seluruh negara Arab, yang
semenjak itu pula mengakui Panitia-panitia kemerdekaan di Kairo dan
memberikan mereka fasilitas-fasilitas diplomatik.
Pemerintah Mesir bermurah hati kepada diplomat dan pelajar Indonesia
untuk merayakan hari kemerdekaan nasional pertama di Mesir, dengan
menggunakan corong Radio Mesir untuk mengumandangkan lagu ‘Indonesia
raya’.
Setelah dari studio Radio Kairo mereka langsung menuju ke Pusat
Syubban Muslimin untuk mengikuti perayaan kemerdekaan nasional dengan
menggelar pentas seni dengan judul “Kembalinya Surga”, merupakan teater
politik yang dikutip dari buku “Audatul Firdausi” (Kembalinya Surga)
gubahan sastrawan Arab-Indonesia alm. Ahmad Ali Bakatir, yang
mengisahkan pertemuan pejuang bawah tanah dengan seorang dara pengikut
Soekarno di ibukota yang berakhir pertemuan di lapangan Gambir dalam
suasana Proklamasi yang menggembirakan. Aksi teater ini dimainkan oleh
para pemuda Mesir. Disana mereka sudah dinanti oleh kesatuan-kesatuan
Pandu Mesir yang turut bersuka ria malam itu merayakan hari kemerdekaan
nasional Indonesia.
Saatnya Berbalas Budi
Sekarang, tragedi kemanusiaan di Mesir dan Palestina sudah sangat familiar di telinga kita Saat ini mereka juga sedang memperjuangkan kemerdekaannya. Sama seperti saat masa-masa penjajahan yang dialami oleh Indoneisa.
Inilah saatnya saudaraku, sebagai seorang muslim yang saling merasakan penderitaan saudara seimannya, sudah seharusnya tidak ada lagi beban kita mengeluarkan segala daya upaya untuk membantu mereka mengambil kembali hak kemerdekaan. Apakah itu uang, harta, benda, dukungan, ikut aksi, bahkan hanya melalui doa.
Ingatlah Saudaraku, kemerdekan dan kebebasan yang kita rasakan di Tanah Air saat ini tidak mungkin kita dapatkan tanpa pertolongan saudara-saudara kita di Mesir dan Pelstina, dan Allah Swt. tentunya.
Wallahu 'Alam Bissawab.
Artikel ini dibuat untuk diikutsertakan pada Kompetisi Blog BEM Farmasi FK Unand
Daftar Pustaka :
www.dakwatuna.com
id.wikipedia.org
No comments:
Post a Comment