Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, disebabkan oleh kuman Mycobactirium tuberculosis yang masuk ke sistem pernafasan. Bukti sejarah pertama ditemukan adanya kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.
Pada permulaan abad 19, insidensi penyakit tuberkulosis di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dann angka kematian berkisar 15-30 % dari semua kematian.
Sejarah Pengobatan Tuberkulosis
Usaha-usaha untuk mengurangi angka kematian dilakukan seperti menghirup
udara segar di alam terbuka, makan/minum bergizi, memberikan obat-obat
seperti tuberkulin (sebagai upaya terapi), digitalis, minyak ikan dan
lain-lain tapi hasilnya masih kurang memuaskan. Untuk lebih lengkapnya
berikut sejarah ringkas pengobatan tuberkulosis :
Health resort era
Setiap pasien tuberkulosis harus dirawat di sanatorium, yakni tempat-tempat yang berudara segar, sinar matahari yang cukup, suasana yang menyenangkan dan makanan yang bergizi tinggi.
Sanatorium 1 |
Sanatorium 2 |
Bedrest era
Dalam hal ini pasien tidak perlu dirawat di sanatorium, tetapi cukup diberi istirahat setempat terhadap fisiknya saja, di samping makanan yang bergizi tinggi. Usaha pengobatan pada health resort and bedrest era, masih bersifat pemberantasan terhadap gejala yang timbul.
Collapse therapy era
Di sini cukup paru yang sakit saja diistirahatkan dengan melakukan pneumodia artifisial. Paru-paru yang sakit dibuang secara wedge resection, satu lobus atau satu bagian paru.
Chemotherapy era
Sejarah eradikasi TB dengan kemoterapi dimulai pada tahun 1944 ketika seorang perempuan berumur 21 tahun denggan penyakit TB paru lanjut menerima injeksi pertama Streptomisin yang sebelumnya diisolasi oleh Selman Waksman. Segera disusul dengan penemuan asam para amino salisilik (PAS). Kemudian dilanjutkan dengan penemuan Isoniazid yang signifikan yang dilaporkan oleh Robitzek dan Selikof 1952. Kemudian diikuti penemuan berturut-turut Pirazinamid tahun 1954 dan Etambutol 1952, Rifampisisn 1963 yang menjadi obat utama TB sampai saat ini.
Kemoterapi (pengobatan dengan obat) bertujuan untuk :
- Mengobati pasien dengan sesedikit mungkin mengganggu aktifitas hariannya, dalam periode pendek, tidak memandang apakah dia peka atau resisten terhadap obat yang ada.
- Mencegah kematian atau komplikasi lanjut akibat penyakitnya.
- Mencegah kambuh
- Mencegah munculnya resisten obat
- Mencegah lingkungannya dari penularan
Prinsip Pengobatan Tuberkulosis
Ada 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberkulosis yakni :
Aktivitas bakterisid. Di sini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif.
Aktivitas sterilisasi. Di sini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolisme kurang aktif). Aktivitas sterilisasi dikukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan Tuberkulosis memiliki dua prinsip dasar :
Pertama. Bahwa terapi yang berhasil, memerlukan minimal dua macam obat yang basilnya peka terhadap obat tersebut, dan salah satu daripadanya harus bakterisidik.
Kedua. Bahwa penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk mengeleminasi basil yang persisten.
Obat-obatan TB dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis resimen, yaitu obat-lapis pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dorman dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat-obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid (INH), Rifampisin, Pyrazinamide, Ethambutol, dan Streptomycin. Obat-obatan lapis kedua mencakup Rifabutin, Ethionamide, Cycloserine, Para-Amino Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides di luar Streptomycin dan Quinolones.
Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menetapkan strategi Directly Treatment Short Course Strategy (DOTS) dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. WHO juga telah menetapkan resimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi empat kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut.
Pengobatan TB di Indonesia
Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1950-an. ada 6 macam obat esensial yang telah diapakai sbb; Isoniazod (H), para amino salisilik asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R), dan Pirazinamid (P).
Semenjak tahun 1994 program pengobatan TB di Indonesia sudah mengacu pada program DOTS yang didasarkan pada rekomendasi WHO, strategi ini memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan obat, anti TB gratis dan pencarian secara aktif kasus TB.
Sudah jelas kan, bahwa TB itu bisa disembuhkan hanya dengan minum obat teratur. Dan pemerintah kita telah membuat kebijakan yang sangat baik yaitu memberikan obat TB secara cuma-cuma bagi setiap kamu yang mengalami TB. Jadi, tunggu apa lagi, segera periksakan dirimu ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat yang sudah ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan layanan TB ini secara gratis.
Have A Healthy Life Without TB
Sumber :
Sumber :
- Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kemenkes 2011
-
Sudoyo, AW, Setiyohadi, B, Alwi, I, Simandibrata, M, Setiadi, S, 2009, Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi kelima, Interna Publishing, Jakarta.
No comments:
Post a Comment